Home » » Melegalkan yang Ilegal, Cara Aneh Menaker Mengatasi Masalah TKI

Melegalkan yang Ilegal, Cara Aneh Menaker Mengatasi Masalah TKI

Written By Ledia Hanifa on Jumat, 22 November 2013 | 12:22:00 AM


Pemerintah berencana menertibkan calo tenaga kerja Indonesia dengan cara melegalisasi mereka. Langkah ini dikarenakan tingginya  ongkos rekrutmen  calo tenaga kerja Indonesia di daerah kantong-kantong. "Yang penting prinsipnya yang bergerak itu (calo) diketahui dan teregistrasi, sehingga bertanggung jawab," kata  Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di Jakarta. Rencana Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin untuk melegalkan calo tenaga kerja dengan meregistrasi mereka sungguh terasa aneh, sebab calo TKI yaitu para pencari, perekrut, penampung dan pengirim TKI secara ilegal selama ini justru merupakan salah satu penyebab munculnya beragam masalah membelit nasib para TKI.

Kalau dilihat dari sisi hukum, keberadaan calo tenaga kerja jelas melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Sebab dalam undang-undang itu perekrutan TKI hanya boleh dilakukan oleh perusahaan jasa tenaga kerja atau cabang perusahaan jasa TKI. tentu saja yang dimaksud Undang-undang ini adalah perusahaan yang resmi, terdaftar dan memiliki syarat dan izin-izin khusus sebagai perusahaan penyalur jasa tenaga kerja.

Maka, niatan pemerintah meregistrasi para calo termasuk  tak bisa menyelesaikan masalah. Selama mereka bukan perusahaan yang terdaftar resmi dan berkesesuaian dengan syarat-syarat perusahaan jasa tenaga kerja, calo tetaplah calo yang tidak memiliki kewenangan dan tanggungjawab dalam mengurus dan mengelola urusan per-TKI-an.
Kita tahu bahwa problem TKI bermasalah dari tahun ke tahun tak kunjung surut. Mulai dari proses pemberangkatan yang tidak prosedural, penempatan yang tidak jelas, gaji tidak dibayar, gaji dibayar rendah, pelecehan seksual, penganiayaan, pembunuhan, kecelakaan kerja, trafficking (perdagangan manusia), pelanggaran keimigrasian dan lain-lain.

Dan salah satu persoalan yang menyebabkan tingginya problem membelit nasib para TKI ini adalah soal keberangkatan mereka yang dilakukan dengan tanpa melewati prosedur resmi alias lewat calo. Calo tenaga kerja ini kerap dikenal sebagai sponsor. Mereka umumnya memberikan jasa tidak berstandar  saat melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia dan mengakibatkan munculnya beban dan resiko lebih besar yang harus ditanggung TKI sekaligus mengebiri hak-hak para TKI.

Para calon TKI yang berangkat lewat calo umumnya tidak dibekali dokumen formal dan finansial yang cukup. Dari sisi beban keuangan, TKI juga harus menanggung potongan gaji lebih panjang dibandingkan yang berangkat melalui jalur resmi . Lantas informasi yang diberikan calo pun seringkali tidak bisa dipertanggungjawabkan sehingga TKI ilegal sangat rawan menjadi korban kekerasan. Belum lagi, TKI ilegal ini umumnya juga mendapat upah yang lebih rendah dan setiap kali menghadapi penertiban oleh pihak keamanan setempat tidak mendapat perlindungan.

Ironinya, para calo ini kerap juga menjadi penyuplai calon TKI ke PPTKIS resmi bahkan menjadi andalah bagi perusahaan penyedia tenaga kerja ini, sebab para calo lebih siap untuk turun ke kampung-kampung, door to door dalam mencari calon TKI.

Maka, apakah calo teregistrasi dan “lulus” didikan depnaker ini secara otomatis menjadi pihak resmi yang setara dengan lembaga resmi penyalur TKI? tentu tidak. Dan apakah tidak akan muncul problem baru lagi dalam urusan per-TKI-an kita karena akan muncul tiga pihak yang akan ramai-ramai “mengerubuti” calon TKI yaitu pihak lembaga resmi, calo legal alias calo teregistrasi dan calo ilegal yang masih akan bergerilya ke kampung-kampung selama tidak ada tindakan tegas pemerintah untuk memberantas kegiatan percaloan ini.

Target pengiriman TKI keluar negeri masih terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Namun nasib buram para TKI harus bisa diminimalisasi. Diantaranya dengan menghapus praktek percaloan. Cukuplah satu pintu kelegalan yaitu dari lembaga yang resmi, terdaftar serta memiliki syarat dan izin sesuai peruntukan.

Apalagi kalau mengingat di luar urusan calo ada juga andil ketidakbecusan pemerintah mengelola pengurusan pengiriman dan penempatan TKI. Dalam satu kesempatan Menteri Muhaimin sendiri kepada media massa mengaku bahwa pelayanan penempatan dan perlindungan terhadap TKI yang dilakukan antarinstansi terkait belum terkoordinasi dengan baik. Setiap instansi masih mementingkan ego sektoral.

Ini benar adanya. Kita bahkan belum lupa bagaimana “perseteruan” antara BNP2TKI dengan Ditjen Binapenta Depnakertrans tak kunjung usai dalam mengurus pelayanan dan pemberangkatan TKI.

Maka pengakuan ini pun seharusnya bisa menjadi fokus perhatian Menakertrans untuk sungguh-sungguh melakukan pembenahan pada jajaran instansi di bawah kewenangannya sekaligus melakuan perbaikan koordinasi dengan instansi terkait. Begitu pula pembenahan PPTKIS nakal yang memanfaatkan calo perlu dilakukan lebih dahulu ketimbang melakukan legalisasi atas praktek-praktek percaloan yang jelas-jelas ilegal.

0 comments:

Posting Komentar