Home » » Kurangi Tren Peningkatan HIV/AIDS dengan Terapi Medis

Kurangi Tren Peningkatan HIV/AIDS dengan Terapi Medis

Written By Ledia Hanifa on Rabu, 04 Desember 2013 | 11:12:00 PM


       Senayan - Meningkatnya jumlah angka pengidap HIV/AIDS mendorong perhatian serius dari semua pihak, termasuk perubahan paradigma pencegahannya agar tidak meluas.
       "Kalau tetap menggunakan metode Voluntary Counselling dan Testing (VCT) seperti itu trennya akan naik terus. Sebaiknya diubah melalui metode terapi medis melibatkan dokter sehingga gejala awal penularan HIV/AIDS bisa diketahui," kata angota Komisi IX DPR RI Ledia Hanifa Amaliah kepada Jurnalparlemen.com, di Jakarta, Minggu (5/12).
       Untuk mencegah penularan HIV/AIDS, menurutnya, perlu dilakukan penanganan yang cepat, karena saat ini kesadaran para penderita HIV/AIDS pun masih sangat rendah. Sehingga, data-data untuk pemberian obat antiretroviral atau ARV seringkali tidak valid.
       "Karena mereka merasa malu, maka banyak ditemukan data palsu atau mereka yang bukan berasal dari daerah tersebut sehingga sulit menemukan data yang tepat, padahal ini perlu dilakukan secara kontinyu," ujar politisi PKS itu.
       Ledia mengatakan, beberapa perawat di beberapa puskemas sempat merasa shock ketika diketahui banyak pengidap HIV/AIDS dari kalangan ibu rumah tangga.
       "Memang sudah meluas, dulu hanya terbatas hanya kepada pengguna narkoba jarum suntik. Tetapi ini masih harus menjadi perhatian, karena tak jarang mereka melakukan ini secara bergantian sehingga penularannya cepat," tandas anggota anggota DPR RI dapil Jabar I.
       Dari sisi penganggaran, Ledia mengatakan, Komisi IX yang membidangi masalah kesehatan dan tenaga kerja itu terus mendorong penyediaan anggaran untuk obat antiretroviral atau ARV.
       Seperti diketahui, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, hingga 30 September 2010 jumlah kasus AIDS secara kumulatif tercatat 22.726 kasus yang tersebar di 32 propinsi di 300 kabupaten/kota. "Dari jumlah itu, masih didominasi oleh kelompok usia produktif yakni (20-29) 47,8 persen, kelompok umur (30-39) 30,9 persen, dan kelompok umur (40-49) sebanyak 9,1 persen," ungkapnya.
       Agung menambahkan kasus terbanyak terjadi di sepuluh propinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Riau. Sedangkan cara penularan terjadi melalui hubungan heteroseksual (51,3 persen), pengguna narkoba suntik (39,6 persen), lelaki seks lelaki (3,1 persen) dan ibu pengidap kepada bayinya (2,6 persen). --http://jurnalparlemen.com/news/2010/12/kurangi-tren-peningkatan-hivaids-dengan-terapi-medis


0 comments:

Posting Komentar