Revisi UU Pernikahan sudah disahkan, 8 dari 10 fraksi setuju dengan batas minimal usia menikah bagi pria dan wanita adalah usia 19 tahun. Dalam proses perjalanan pembahasan revisi 2 fraksi yang menolak yaitu dari partai PPP dan PKS. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan tetap mengusulkan batas usia menikah bagi pria dan wanita adalah 18 tahun untuk dimasukkan dalam Revisi No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Ledia Hanifa Amaliah, usai rapat paripurna menjelaskan FPKS berpandangan bahwa batas minimal usia perkawinan yang tertera dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memang perlu diubah agar terjadi harmonisasi sebagaimana yang diamanatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi.
“Sebab selama ini memang ada beberapa ketidaksinkronan di dalam sejumlah undang-undang yang mengatur tentang batas usia anak, yang tentunya juga tidak dapat dipisahkan dengan usia kawin dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.” Papar Ledia kepada Gontornews.com. Selasa, (18/9)
Ketidaksinkronan dimaksud, jelas Ledia, terlihat misalnya dalam UU Perlindungan Anak. Pasal 7 ayat (1) UU tentang Perkawinan menyatakan, “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak dinyatakan, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Dengan demikian, batas usia kawin bagi perempuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu mencapai umur 16 (enam belas) tahun bagi perempuan merujuk pada sosok perempuan yang masih terkategori sebagai anak menurut Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak.
Karena itulah, untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan perundang-undngan, Fraksi PKS dalam pembahasan demi pembahasan revisi mengusulkan perubahan Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi: “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun. Usulan FPKS ini didasarkan dengan pertimbangan hukum bahwa dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Dengan demikian, seseorang yang telah berusia 18 tahun sudah tidak lagi termasuk kategori anak menurut UU tentang Perlindungan Anak dan karena itu maka perkawinan antara pria dan wanita yang telah berusia 18 tahun tidak lagi dapat dikategorikan sebagai perkawinan anak.
Di sisi lain Fraksi PKS juga mengingatkan pemerintah agar secara serius dan berkesinambungan segera melakukan upaya-upaya perubahan paradigma pengaturan secara komprehensif untuk dapat mengatasi permasalahan perkawinan anak yang diakibatkan oleh maraknya seks bebas di kalangan remaja.
Sebab dalam kurun tahun 2014-2018 saja, berdasarkan data dari Pengadilan Agama di berbagai daerah, penyebab yang paling dominan dilaporkan dari terjadinya perkawinan usia anak adalah karena faktor hamil di luar nikah (perzinaan), di samping tak bisa ditampik ada disebabkan faktor lain seperti faktor ekonomi dan faktor budaya. Maka, sudah sepatutnya memperkuat peraturan perundang-undangan terkait dengan pencegahan perzinaan sebagai tindakan preventif untuk menekan penyebab utama perwakinan di usia anak menjadi konsen negara secara serius.
Selain itu, menjadi sangat penting pula pemerintah menggiatkan kampanye gerakan menolak seks di luar pernikahan serta membatasi penyebaran konten-konten pornografi yang turut menjadi faktor penyebab maraknya seks pranikah di kalangan remaja. [Hafidh]
https://gontornews.com/alasan-fpks-tetap-usulkan-minimal-18-tahun-usia-menikah/
Ledia Hanifa Amaliah, usai rapat paripurna menjelaskan FPKS berpandangan bahwa batas minimal usia perkawinan yang tertera dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memang perlu diubah agar terjadi harmonisasi sebagaimana yang diamanatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi.
“Sebab selama ini memang ada beberapa ketidaksinkronan di dalam sejumlah undang-undang yang mengatur tentang batas usia anak, yang tentunya juga tidak dapat dipisahkan dengan usia kawin dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.” Papar Ledia kepada Gontornews.com. Selasa, (18/9)
Ketidaksinkronan dimaksud, jelas Ledia, terlihat misalnya dalam UU Perlindungan Anak. Pasal 7 ayat (1) UU tentang Perkawinan menyatakan, “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak dinyatakan, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Dengan demikian, batas usia kawin bagi perempuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu mencapai umur 16 (enam belas) tahun bagi perempuan merujuk pada sosok perempuan yang masih terkategori sebagai anak menurut Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak.
Karena itulah, untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan perundang-undngan, Fraksi PKS dalam pembahasan demi pembahasan revisi mengusulkan perubahan Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi: “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun. Usulan FPKS ini didasarkan dengan pertimbangan hukum bahwa dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Dengan demikian, seseorang yang telah berusia 18 tahun sudah tidak lagi termasuk kategori anak menurut UU tentang Perlindungan Anak dan karena itu maka perkawinan antara pria dan wanita yang telah berusia 18 tahun tidak lagi dapat dikategorikan sebagai perkawinan anak.
Di sisi lain Fraksi PKS juga mengingatkan pemerintah agar secara serius dan berkesinambungan segera melakukan upaya-upaya perubahan paradigma pengaturan secara komprehensif untuk dapat mengatasi permasalahan perkawinan anak yang diakibatkan oleh maraknya seks bebas di kalangan remaja.
Sebab dalam kurun tahun 2014-2018 saja, berdasarkan data dari Pengadilan Agama di berbagai daerah, penyebab yang paling dominan dilaporkan dari terjadinya perkawinan usia anak adalah karena faktor hamil di luar nikah (perzinaan), di samping tak bisa ditampik ada disebabkan faktor lain seperti faktor ekonomi dan faktor budaya. Maka, sudah sepatutnya memperkuat peraturan perundang-undangan terkait dengan pencegahan perzinaan sebagai tindakan preventif untuk menekan penyebab utama perwakinan di usia anak menjadi konsen negara secara serius.
Selain itu, menjadi sangat penting pula pemerintah menggiatkan kampanye gerakan menolak seks di luar pernikahan serta membatasi penyebaran konten-konten pornografi yang turut menjadi faktor penyebab maraknya seks pranikah di kalangan remaja. [Hafidh]
https://gontornews.com/alasan-fpks-tetap-usulkan-minimal-18-tahun-usia-menikah/
0 comments:
Posting Komentar