Home » , , , » Komisi X: Pemerintah Banyak Abai Aspek Soal Full Day School

Komisi X: Pemerintah Banyak Abai Aspek Soal Full Day School

Written By Ledia Hanifa on Senin, 02 Oktober 2017 | 1:36:00 AM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ledia Hanifa Amaliah menilai, akan muncul banyak masalah jika kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, terkait full day school diterapkan. Sebab, menurutnya, banyak aspek yang diabaikan untuk menjadikan jam belajar anak-anak di sekolah menjadi 8 jam selama 5 hari. Maka, Ledia pun meminta agar pemerintah mengkaji dengan sangat matang sistem full day school ini.

Ledia mengaku. memiliki sejumlah catatan terkait Sekolah yang rencananya sehari delapan jam menurut pemerintah ditunda pelaksanaannya. Di antaranya, Permen tidak memperhatian pertentangan di masing-masing pasalnya. Antara ketentuan umum dan pelaksanaannya tidak inline sehingga multitafsir. Kemudian kebijakan ini tampaknya tidak memperhitungkan sekolah-sekokah yang rombel (rombongan belajar/kelas paralel) lebih banyak dari ruang kelas yang ada.

"Baik, karena kurang ruang kelas atau karena rusak. Padahal masih banyak ruang kelas rusak ringan/berat yang tidak terpenuhi perbaikannya," keluh Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), saat dihubungi melalui seluler, Rabu (29/6).

Selain itu, kata Ledia, pemerintah juga harus mempehatikan terhadap jarak dari rumah ke sekolah,serta keamanan siswa juga tak terperhatikan. Terutama untuk daerah di luar Jawa dan daerah terpencil. Meski dalam klausul di permennya tentang jawabjawab transportasi ada di pemerintah daerah tapi kondiai riilnya tidsk bisa sepenuhnya dipenuhi.

"Jangan sampai terjadi lagi kasus kekerasan seksual pada anak di perjalanan pulang/pergi ke sekolah terutama menjelang petang jika delapan jam itu diberlakukan," jelasnya.

Selanjutnya, kondisi fisik anak-anak penyandang disabilitas di Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun sekolah inklusi tidak termasuk yang dipertumbangkan. Kemudian jumlah jam istirahat yang hanya 0,5 jam setiap hari bisa berakibat buruk pada mereka. Bahkan, kata Ledia, pada anak-anak secara umum istirahat sebanyak 0,5 jam juga terlalu sedikit.

"Anak-anak dari kalangan rumah tangga sangat miskin yang orang tuanya tidak memberikan uang jajan untuk menghemat pengeluaran mereka makan siang di rumah. Jika belajar hingga petang bagaimana dengan makan siang mereka," tambahnya.

Legislator asal Bandung, Jawa Barat itu beralasan delapan jam belajar ini juga untuk membangun kemandirian. Lantas, bagaimana dengan anak-anak yang dilatih orang tuanya untuk mandiri dengan membantu usaha keluarga. Juga anak-anak yang memang harus bekerja membatu orang tuanya.

"Pendidikan karakter semestinya bisa menjadi hidden curriculum dalam kegiatan intrakurikuler. Guru yg memiliki karakter baik pada setiap mapel bisa menyelipkan nilai-nilai tersebut. Tentu gurunya harus jadi teladan anak-anak," tegas Ledia.

Disamping itu, Permennya tidak memberi ruang untuk pendidikan karakter di madrasah maupun ekskul lainnya. Sehingga perlu pematangan konsepnya. "Lebih realistis dan memungkinkan untuk berlaku di beberapa daerah saja," katanya.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/08/14/pendidikan/eduaction/17/07/11/pendidikan/eduaction/17/06/29/os9kg5-komisi-x-pemerintah-banyak-abai-aspek-soal-full-day-school

0 comments:

Posting Komentar