Studi banding Badan Urusan Rumah Tangga DPR RI ke Jerman, Belanda dan Belgia awal Juli lalu adalah dalam rangka mempelajari sistem dukungan bagi aktivitas anggota parlemen.
Dari hasil pertemuan dengan perwakilan parlemen Jerman diketahui bahwa meski sistem penganggaran di parlemen Jerman amat ketat namun mereka tetap memberi anggaran yang cukup bagi anggota parlemen untuk mengelola supporting tim masing-masing.
Secara khusus tidak ada ketentuan apakah setiap anggota parlemen akan memiliki 1 atau 2 atau 5 tenaga ahli atau apakah mereka ingin memiliki kantor di daerah, yang pasti semua kebutuhan akan sistem dukungan parlemen dikelola oleh anggota parlemen dengan outcome yang ditetapkan bersama.
Bundestag, parlemen Jerman, memberikan sebuah gambaran perencanaan parlemen yang cukup matang. Di gedung baru di Berlin (pasca bersatunya Jerman Barat dan Timur) filosofi bahwa gedung parlemen harus dekat dengan masyarakat dan memiliki akuntabilitas tinggi nampak dari pilihan dinding dari keseluruhan ruang paripurna yang terbuat dari kaca untuk bisa “diamati” oleh siapapun juga.
Begitu pula ruangan rapat lainnya memiliki sebagian dinding kaca untuk memberi kesempatan bagi masyarakat siapa saja anggota parlemen yang aktif menghadiri rapat bahkan aktif di dalam rapat.
Bagi setiap pengunjung yang memasuki hall, terdapat berbagai informasi tentang fraksi dan anggota parlemen yang memberikan kejelasan tugas-tugas mereka dan apa saja yang sudah mereka kerjakan berkaitan dengan amanat tugas tersebut. Termasuk juga terdapat buku undang-undang dasar yang cukup masuk ke dalam saku, ringkasan dari segala undang-undang yang telah dibahas di parlemen dan berbagai macam informasi terkait lain soal tugas-tugas anggota parlemen.
Satu yang patut ditiru adalah kehadiran perpustakaan yang sangat lengkap demi menunjang tugas-tugas anggota parlemen, serta area khusus yang dimaksudkan sebagai tempat pengasuhan anak bagi para pegawai di gedung parlemen. Dengan tempat pengasuhan anak ini, para pegawai bisa bekerja dengan lebih tenang karena mereka amat ‘dekat’ dengan anak-anak mereka dan mengetahui bahwa abak-abak merke terjaga dengan aman selama mereka bekerja.
Ketika mengunjungi Belanda, selain melakukan pertemuan dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia, bersilaturahim dengan keluarga kedutaan besar RI, komunitas muslim dan tentu saja komunitas kader PKS di Belanda, Ledia Hanifa pun sempat berjalan-jalan ke pasar setempat yang boleh disebut sebagai “pasar kaget” Amsterdam. Mengapa demikian, karena pasar ini hanya muncul setiap Rabu dan berpindah ke kota lain di hari yang lain. Rupanya mirip dengan pola pasar di beberapa kota di Pulau Jawa dan Sumatera yang memakai prinsip hadir pekanan di satu wilayah.
0 comments:
Posting Komentar