Home » , , » UU 39/2004 Tak Mampu Jawab Masalah Pekerja Migran Indonesia

UU 39/2004 Tak Mampu Jawab Masalah Pekerja Migran Indonesia

Written By Ledia Hanifa on Senin, 19 September 2016 | 12:46:00 AM

80 persen masalah buruh migran Indonesia ada di dalam negeri. Banyak keruwetan sudah terjadi jelang keberangkatan para buruh migran, termasuk saat kepulangan. Tak sedikit buruh migran menghabiskan tabungan usai kembali bekerja dari luar negeri dengan cara yang tidak tepat.

"Di Indonesia ini masalah buruh migran mulai gaduh ketika pekerja kita di luar negeri akan dihukum mati. Contoh lainnya, masalah perubahan isi kontrak kerja beberapa jam sebelum keberangkatan. Fenomena ini menunjukkan keruwetan undang-undang di Indonesia mengatur buruh migran," kata Ketua Bidang Pekerja, Petani, dan Nelayan (BPPN) Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS), Ledia Hanifa Amaliah dalam acara Peringatan Hari Buruh Migran Internasional di Kantor DPP PKS, MD Building Jakarta, Ahad (20/12).

Ledia menegaskan PKS telah melakukan berbagai aksi membantu para pekerja di luar negeri. PKS, lanjutnya, bergerak melalui Pusat Informasi dan Pelayanan (PIP) di luar negeri untuk melakukan pembinaan dan pendampingan.

"Alhamdulillah, banyak purna TKI kita yang sukses setelah kembali dari luar negeri. Ada yang berhasil mengembangkan usaha pertanian juga perikanan. Ini menunjukkan adanya potensi yang memang pendampingannya tidak mudah. Semoga dengan acara yang PKS gelar ini bisa memberikan semangat bagi para pekerja dan keluarganya," ujar Ledia.

Di tempat yang sama, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman menegaskan pihaknya siap berkhidmat untuk para pekerja migran. Ia mengungkapkan tiga masalah utama yang dihadapi pekerja migran Indonesia di luar negeri.

"49 persen masalah pekerja migran di luar negeri karena gaji, 16 persen masalah penempatan, dan 11 persen karena sakit. PR kita bagaimana menyelesaikan persoalan-persoalan itu," kata Sohibul Iman.

Sohibul Iman menjelaskan makna berkhidmat pada tagline PKS mengandung tiga level. Pertama, terkait pelayanan (charity) kepada para pekerja migran agar masalah bisa diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

"Kedua adalah pemberdayaan, dengan memberdayakan purna pekerja migran agar tidak muncul masalah baru sekembalinya dari luar negeri. Ketiga adalah advokasi atau pembelaan. Ini masuk ranah hukum dan kebijakan," jelasnya.

Terkait advokasi, Sohibul Iman berharap kader-kader PKS di dalam struktur, legislatif, dan eksekutif betul-betul memperjuangkan para pekerja migran. Supaya pelayanan dan pemberdayaan yang dilakukan PKS dapat memiliki payung kebijakan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dinilai pun tidak mampu menjawab berbagai macam permasalahan pekerja migran Indonesia.

Presiden PKS Mohamad Sohibul menekankan amandemen UU 39 Tahun 2004 perlu segera dilakukan dan meningkatkan aspek perlindungan pekerja di luar negeri.

"Saat ini sebagian besar substansi UU 39 Tahun 2004 mengatur tentang penempatan. Supaya aspek-aspek perlindungan pekerja migran lebih dominan, perlu ada atase sosial di luar negeri," sambung dia.

Pria yang akrab disapa Kang Iman ini meyakini pada dasarnya seorang warga negara Indonesia ingin bekerja di negerinya sendiri. Ia menyebut keputusan bekerja di luar negeri bukan keterpaksaan, tetapi karena ada pilihan.

"Kalau terpaksa, pekerjaan seadanya diterima. Tetapi kalau pilihan, berarti ada kesempatan lebih baik yang bisa diambil. Namun sayang, kesempatan itu biasanya pekerjaan di sektor-sektor yang kurang skill, seperti menjadi asisten rumah tangga," ujar Kang Iman.

Kang Iman menegaskan PKS siap melakukan pendampingan bagi para pekerja migran di luar negeri melalui Pusat Informasi dan Pelayanan (PIP). PIP PKS, lanjut Kang Iman, tersebar di berbagai negara, termasuk negara dengan jumlah pekerja migran Indonesia yang cukup besar.

"PIP PKS siap melakukan pendampingan TKI yang purna. Masalah tiap negara beragam, perlu pendampingan  pemerintah, kedutaan termasuk PKS untuk memberikan pemahaman," jelasnya.

Mengenai hukuman mati di Arab Saudi, Kang Iman menilai nasib pekerja migran merupakan tanggung jawab pemerintah. Tidak hanya menghormati hukum di negara yang bersangkutan, tetapi pemerintah juga wajib mempertanggungjawabkan nasib pekerja migran Indonesia disana.

"Asal kita tidak terlambat, dasarnya kasus-kasus hukuman mati itu kita bisa bebas. Tetapi kalau pembelaan terlalu dekat dengan waktu eksekusi, maka wakil pemerintah di negara yang bersangkutan pun sulit melakukan lobi. Quick a lot, perlu kesiapan jauh-jauh hari," papar Kang Iman.

Bidang Pekerja, Petani, dan Nelayan (BPPN) DPP PKS  menggelar peringatan Hari Pekerja Migran Internasional bersama kelompok purna pekerja migran yang berasal dari Cirebon, Indramayu, Karawang, Sukabumi, dan Purwakarta.

Bersama pimpinan DPP PKS, mereka melakukan video conference dengan para pekerja migran Indonesia di lima negara, antara lain Hongkong, Korea, Malaysia, Taiwan, dan Arab Saudi. [arp]
http://www.rmoljakarta.com/read/2015/12/20/19802/UU-39/2004-Tak-Mampu-Jawab-Masalah-Pekerja-Migran-Indonesia-

0 comments:

Posting Komentar