CIMAHI, (PR).- Pemenuhan hak informasi, pendidikan, dan aksesibilitas penyandang disabilitas sebagai layanan pemerintah belum optimal. Salah satu diantaranya, masih minimnya distribusi buku braile bagi penyandang disabilitas netra di berbagai perpustakaan daerah.
"UU No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas mengatur tentang perluasan hak bagi penyandang disabilitas. Kami memandang harus dimasifkan produk cetak atau buku bicara untuk penyandang disabilitas, termasuk tuna netra," kata anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa, saat kunjungan ke Balai Penerbitan Braille Indonesia Abiyoso, di Jalan Kerkoff Kota Cimahi, kemarin.
Pihaknya secara tegas mendorong perpustakaan daerah harus memiliki pojok yang khusus untuk penyandang disabilitas. "Ada banyak tunanetra yang tidak mendapatkan informasi atau buta huruf braile. Dengan tidak dapat membaca, informasinya terbatas. Mereka tidak bisa terus-terusan mengandalkan orang yang menyampaikan informasi," katanya.
Memenuhi hak informasi bagi penyandang disabilitas, BPBI Abiyoso milik Kemensos seharusnya didukung dengan anggaran cukup. "Kenyatannya, anggaran yang diberikan pemerintah terbatas. Seamestinya kementrian sosial bekerjasama dengan kementrian lain. Contoh untuk buku sekolah, Alquran, dan kitab suci keagamaan lain," ujarnya.
Minimnya anggaran yang diterima BPBI Abiyoso diakui Kepala TU Endang Wiharsa. "Kemampuan kami mencetak produk bacaan braille sebanyak 46.000 eksemplar sesuai anggaran yang tersedia," ujarnya.
Apalagi, buku braille cetakan BPBI Abiyoso tidak untuk diperjualbelikan alias gratis. "Karena itu, kami hanya bisa mengandalkan anggaran pemerintah dalam operasionalnya. Kalau ada kerja sama dengan kementerian lain untuk mencetak buku braille di sini, maka bisa meningkatkan produksi," tuturnya.
Diakui Endang, belum semua perpustakaan daerah memiliki koleksi buku braille. "Kami pun masih kesulitan menyalurkan buku ke daerah meski para penyandang disabilitas sangat membutuhkan informasi," katanya.**
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2016/08/09/pemenuhan-hak-informasi-penyandang-disabilitas-masih-minim-376972
"UU No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas mengatur tentang perluasan hak bagi penyandang disabilitas. Kami memandang harus dimasifkan produk cetak atau buku bicara untuk penyandang disabilitas, termasuk tuna netra," kata anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa, saat kunjungan ke Balai Penerbitan Braille Indonesia Abiyoso, di Jalan Kerkoff Kota Cimahi, kemarin.
Pihaknya secara tegas mendorong perpustakaan daerah harus memiliki pojok yang khusus untuk penyandang disabilitas. "Ada banyak tunanetra yang tidak mendapatkan informasi atau buta huruf braile. Dengan tidak dapat membaca, informasinya terbatas. Mereka tidak bisa terus-terusan mengandalkan orang yang menyampaikan informasi," katanya.
Memenuhi hak informasi bagi penyandang disabilitas, BPBI Abiyoso milik Kemensos seharusnya didukung dengan anggaran cukup. "Kenyatannya, anggaran yang diberikan pemerintah terbatas. Seamestinya kementrian sosial bekerjasama dengan kementrian lain. Contoh untuk buku sekolah, Alquran, dan kitab suci keagamaan lain," ujarnya.
Minimnya anggaran yang diterima BPBI Abiyoso diakui Kepala TU Endang Wiharsa. "Kemampuan kami mencetak produk bacaan braille sebanyak 46.000 eksemplar sesuai anggaran yang tersedia," ujarnya.
Apalagi, buku braille cetakan BPBI Abiyoso tidak untuk diperjualbelikan alias gratis. "Karena itu, kami hanya bisa mengandalkan anggaran pemerintah dalam operasionalnya. Kalau ada kerja sama dengan kementerian lain untuk mencetak buku braille di sini, maka bisa meningkatkan produksi," tuturnya.
Diakui Endang, belum semua perpustakaan daerah memiliki koleksi buku braille. "Kami pun masih kesulitan menyalurkan buku ke daerah meski para penyandang disabilitas sangat membutuhkan informasi," katanya.**
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2016/08/09/pemenuhan-hak-informasi-penyandang-disabilitas-masih-minim-376972
0 comments:
Posting Komentar