REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Usulan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir terkait pemantauan handphone (HP) media sosial kepada dosen dan mahasiswa untuk mencegah radikalisme dinilai tidaklah efektif. Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifah Amaliyah justru menyebut usulan pemantauan media sosial tidak akan menyelesaikan masalah.
"Pendaftaran akun sosmed mahasiswa nggak menyelesaikan masalah. Malah dikhawatirkan jika indikatornya tidak jelas dapat terjadi pengerdilan kreatifitas dan daya kritis mahasiswa," ujar Ledia saat dihubungi Senin (11/6).Ia menyoroti upaya Kemenristekdikti untuk menangkal paham radikalisme dan penyelesaiannya yang dilakukan tanpa kajian akademis. Padahal seharusnya kementerian memberi contoh dengan mengkaji secara akademis.
"Sebagai kementerian yang harusnya menjadi contoh dalam mengkaji segala sesuatu secara akademis semestinya sangat berhati-hati dalam menetapkan ssorang terkategori radikal atau tidak. Jangan sampai menebar prasangka dan fitnah apalagi pembunuhan karakter diakibatkan salah asumsi," ujar Ledia.
Politikus PKS itu menilai, kampus seharusnya membangun iklim dialogis dan secara terbuka. Selain itu, kampus juga dituntut untuk memnuat mahasiswanya mampu berpikir kritis konstruktif, bukan dengan mendikte mahasiswa dalam pemikirannya.
"Jika iklimnya tidak dibangun dengan baik tidak akan tercapai. Mahasiswanya dilatih berpikir kritis konstruktif, dosen dan pengelola PT berpikir terbuka dan bijak. Dialog dengan pendekatan seperti ini Insya Allah lebih tepat," kata Ledia.
Karena itu ia tidak sepakat jika usulan pemantauan media sosial tersebut diseriuskan untuk menjadi kebijakan. "Ada banyak kebijakan pemerintah yang tak terevaluasi dengan baik. Itu harus dikaji lebih dalam," katanya.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta setiap mahasiswa baru harus melaporkan atau mencatatkan akun media sosialnya (medsos) ke perguruan tinggi masing-masing saat mendaftarkan diri. Nasir mengatakan, hal itu wajib dilakukan guna menyikapi praktik radikalisme yang ada di dalam kampus akhir-akhir ini.
"Ada kemungkinan seorang mahasiswa itu terpapar paham radikal bukan dari pembelajaran di kampus, tapi melalui media sosial. Hal itu contohnya seperti yang terjadi di Bandung. Oleh karena itu, mahasiswa baru harus mencatatkan akun medsosnya ke perguruan tinggi masing-masing," ujar M Nasir saat melakukan kunjungan kerja ke PT INKA (Persero) di Kota Madiun, Jawa Timur, belum lama ini.
https://republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/18/06/11/pa56gw430-pengawasan-hp-dan-medsos-mahasiswa-dinilai-tak-solutif
"Pendaftaran akun sosmed mahasiswa nggak menyelesaikan masalah. Malah dikhawatirkan jika indikatornya tidak jelas dapat terjadi pengerdilan kreatifitas dan daya kritis mahasiswa," ujar Ledia saat dihubungi Senin (11/6).Ia menyoroti upaya Kemenristekdikti untuk menangkal paham radikalisme dan penyelesaiannya yang dilakukan tanpa kajian akademis. Padahal seharusnya kementerian memberi contoh dengan mengkaji secara akademis.
"Sebagai kementerian yang harusnya menjadi contoh dalam mengkaji segala sesuatu secara akademis semestinya sangat berhati-hati dalam menetapkan ssorang terkategori radikal atau tidak. Jangan sampai menebar prasangka dan fitnah apalagi pembunuhan karakter diakibatkan salah asumsi," ujar Ledia.
Politikus PKS itu menilai, kampus seharusnya membangun iklim dialogis dan secara terbuka. Selain itu, kampus juga dituntut untuk memnuat mahasiswanya mampu berpikir kritis konstruktif, bukan dengan mendikte mahasiswa dalam pemikirannya.
"Jika iklimnya tidak dibangun dengan baik tidak akan tercapai. Mahasiswanya dilatih berpikir kritis konstruktif, dosen dan pengelola PT berpikir terbuka dan bijak. Dialog dengan pendekatan seperti ini Insya Allah lebih tepat," kata Ledia.
Karena itu ia tidak sepakat jika usulan pemantauan media sosial tersebut diseriuskan untuk menjadi kebijakan. "Ada banyak kebijakan pemerintah yang tak terevaluasi dengan baik. Itu harus dikaji lebih dalam," katanya.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta setiap mahasiswa baru harus melaporkan atau mencatatkan akun media sosialnya (medsos) ke perguruan tinggi masing-masing saat mendaftarkan diri. Nasir mengatakan, hal itu wajib dilakukan guna menyikapi praktik radikalisme yang ada di dalam kampus akhir-akhir ini.
"Ada kemungkinan seorang mahasiswa itu terpapar paham radikal bukan dari pembelajaran di kampus, tapi melalui media sosial. Hal itu contohnya seperti yang terjadi di Bandung. Oleh karena itu, mahasiswa baru harus mencatatkan akun medsosnya ke perguruan tinggi masing-masing," ujar M Nasir saat melakukan kunjungan kerja ke PT INKA (Persero) di Kota Madiun, Jawa Timur, belum lama ini.
https://republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/18/06/11/pa56gw430-pengawasan-hp-dan-medsos-mahasiswa-dinilai-tak-solutif
0 comments:
Posting Komentar