Wakil Ketua Komisi
VIII DPR RI Ledia Hanifa mengatakan, banyaknya kasus kekerasan terhadap anak
menunjukkan betapa sesungguhnya mayoritas orang tua di Indonesia tidak tahu
bagaimana menjadi orang tua. Menurutnya ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar
bagi lembaga-lembaga terkait.
“Kalau kita bicara
soal penanganan kasus per kasus tidak akan ada habisnya, selama kita tidak
memperbaiki di hulu nya,” kata Ledia dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
dengan Komnas Perlindungan Anak di Ruang Rapat Komisi VIII DPR, Senin (21/9).
Ia mempertanyakan,
sebetulnya apa yang seharusnya dilakukan terutama terhadap orang tua. Misalnya,
kata Ledia, ketika ada orang tua dihukum, satu anak menjadi korban, lalu
anak-anaknya yang lain juga tidak ada penanggung jawab nafkah utama. Akhirnya,
yang jadi korban bukan hanya satu anak itu.
“Apalagi kalau
kondisi keluarga urban, biasanya tidak ada saudaranya. Kalau di pedesaan
mungkin masih ada pakde atau bude-nya jadi satu, tapi ini nanti
akan seperti apa,” ujar Ledia.
Kemudian ia juga
mengungkapkan, human trafficking (penjualan manusia) terhadap anak-anak
di ASEAN itu tinggi. Ia mencontohkan bagaimana kasus yang terjadi di Thailand,
Pilipina, Indonesia dan beberapa negara lain. Mungkin, lanjutnya,
angkanya berbeda-beda, tetapi ketika melihat di Indonesia, ada budaya
yang menurutnya mengerikan bahwa anak yang dipandang berharga oleh orang
tua adalah anak yang bisa memberikan materi kepada orang tua.
“Di salah satu
kabupaten di Jawa Barat itu istilahnya budayanya meluruk duit, memberikan
uang, itulah orang yang berharga. Ketika kemudian mereka dianggap tidak mampu
memberikan sesuatu kepada orang tuanya, pilihannya kan disuruh kerja, dijual,
dicarikan orangnya,” ungkap Politisi PKS itu.
Menurutnya, hal itu
merupakan hal yang mengerikan, ketika bukan cuma kejahatan fisik maupun seksual
yang dilakukan oleh orang tua, tetapi orang tua yang menjual anaknya untuk
mendapatkan hal-hal yang bersifat materi. Misalnya, ditukar dengan becak,
kemudian ditukar dengan uang tiga juta untuk mengirim anaknya ke luar negeri
tapi tidak tahu anaknya nanti kembali dalam keadaan hidup atau tidak, kemudian
gangguan kejiwaan bisa terjadi dan masalah-masalah lainnya.
“Ini kan nampak
sekali merata bahwa orang tua Indonesia secara umum tidak paham bagaimana
mendidik anak,” pungkasnya. (Fahri Haidar)
0 comments:
Posting Komentar