Jakarta (10/12) - Rekayasa sosial sangat dibutuhkan oleh kader perempuan dalam penokohan. Oleh sebab itu, kader perempuan harus mampu menganalisa kondisi sosio-kultural yang ada di tengah masyarakat. Hal tersebut dikatakan oleh Anggota DPR Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa Amalia.
"Kita harus mampu menganalisis dan merekayasa rancangannya seperti apa. Merekayasa perubahan sosial bagaimana, kemudian baru terjadi perubahan sosial. Kita harus mampu menganalisis kondisi sosio-kultural masyarakat dan situasi eksternalnya. Apakah masyarakat bisa menerima tokoh baru, atau mereka keukeuh dengan penduduk setempat atau tidak menjadi bagian dari kelompok mereka," kata Ledia dalam diklat penokohan dengan tema "Rekayasa Sosial dan Manajemen Mobilisasi Massa" di Gedung DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Sabtu (10/12/2016).
Yang kedua, kata dia, kader perempuan harus mampu menganalisis siapa yang akan menjadi tokohnya. Harus mampu pemetaan (mapping) pula siapa tokoh sosialnya. Akan tetapi, kata dia, jika sudah pemetaan jangan mundur.
"Tapi kalau kita sudah bikin mapping biasanya kader perempuan langsung mundur teratur. Padahal perintahnya maju jalan, bukan mundur teratur. Kenapa orientasi tiba-tiba berubah? Nggak nyaman, jangan bilang nyaman. Karena kita harus keluar dari zona nyaman kita," kata Ledia.
Ia menganalogikan seperti halnya ketika anak taman kanak-kanak (TK) yang ketika tidak diminta pun langsung tunjuk jari. Habis itu tinggal diasah saja. Akan tetapi ada yang pada dasarnya tidak suka tampil, punya potensial dan harus maju dengan menanggung berbagai risiko.
"Kita nggak boleh putus asa. Karena ada orang lain mengambil manfaat dari kondisi sekitar dan mengambil momen 'ya sudah saya saja'. Ada juga nanti yang mematahkan kita supaya tidak muncul. Ini perlu dipahami betul," kata Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan itu.
Lalu, kata Ledia, kader perempuan harus ada perencanaan bertahap dan pembagian kerja. Siapa yang akan ditokohkan bagaimana supporting systemnya dan bagaimana sistem kaderisasinya.
"Tidak semua paham tentang ini. Terus terang kita seringkali menganggap seperti pengikutnya Nabi Musa. Begitu selesai pilkada silakan pergi perang kita menunggu di sini. Justru pertarungannya setelah menjadi kepala daerah. Kepala daerah tidak bisa dibiarkan sendiri begitu saja. Harus semua terlibat," ujar Ledia. (msm)
http://pks.id/content/kader-perempuan-harus-paham-rekayasa-sosial
"Kita harus mampu menganalisis dan merekayasa rancangannya seperti apa. Merekayasa perubahan sosial bagaimana, kemudian baru terjadi perubahan sosial. Kita harus mampu menganalisis kondisi sosio-kultural masyarakat dan situasi eksternalnya. Apakah masyarakat bisa menerima tokoh baru, atau mereka keukeuh dengan penduduk setempat atau tidak menjadi bagian dari kelompok mereka," kata Ledia dalam diklat penokohan dengan tema "Rekayasa Sosial dan Manajemen Mobilisasi Massa" di Gedung DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Sabtu (10/12/2016).
Yang kedua, kata dia, kader perempuan harus mampu menganalisis siapa yang akan menjadi tokohnya. Harus mampu pemetaan (mapping) pula siapa tokoh sosialnya. Akan tetapi, kata dia, jika sudah pemetaan jangan mundur.
"Tapi kalau kita sudah bikin mapping biasanya kader perempuan langsung mundur teratur. Padahal perintahnya maju jalan, bukan mundur teratur. Kenapa orientasi tiba-tiba berubah? Nggak nyaman, jangan bilang nyaman. Karena kita harus keluar dari zona nyaman kita," kata Ledia.
Ia menganalogikan seperti halnya ketika anak taman kanak-kanak (TK) yang ketika tidak diminta pun langsung tunjuk jari. Habis itu tinggal diasah saja. Akan tetapi ada yang pada dasarnya tidak suka tampil, punya potensial dan harus maju dengan menanggung berbagai risiko.
"Kita nggak boleh putus asa. Karena ada orang lain mengambil manfaat dari kondisi sekitar dan mengambil momen 'ya sudah saya saja'. Ada juga nanti yang mematahkan kita supaya tidak muncul. Ini perlu dipahami betul," kata Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan itu.
Lalu, kata Ledia, kader perempuan harus ada perencanaan bertahap dan pembagian kerja. Siapa yang akan ditokohkan bagaimana supporting systemnya dan bagaimana sistem kaderisasinya.
"Tidak semua paham tentang ini. Terus terang kita seringkali menganggap seperti pengikutnya Nabi Musa. Begitu selesai pilkada silakan pergi perang kita menunggu di sini. Justru pertarungannya setelah menjadi kepala daerah. Kepala daerah tidak bisa dibiarkan sendiri begitu saja. Harus semua terlibat," ujar Ledia. (msm)
http://pks.id/content/kader-perempuan-harus-paham-rekayasa-sosial
0 comments:
Posting Komentar