BANDUNG – Masih belum terpenuhinya hak politik untuk penyandang disabiltas membuat anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyuarakan agar keberadaan penyandang disabilitas yang memiliki hak politik baik dipilih maupun memilih harus terpenuhi.
Dia menilai, pada kenyataannya untuk memberikan kesempatan kepada para penyadang disabilitas belum sepenuhnya terlaksana. Sebab, pada undang-undang pemilu sendiri memberikan syarat bahwa menjadi anggota legislatif atau kepala daerah harus sehat jasmani dan rohani.
“Ini kan nyakut di sehat rohani dan jasmani. Orang kesehatan menganggap bahwa disabilitas itu tidak sehat,” ungkap Ledia ketika ditemui dalam acara Sosialisasi Empat Pilar DPR RI di Hotel Aston, Jalan Pasteur, di Bandung belum lama ini.
Dia menilai, di kalangan legislatif sendiri sebetulnya sudah bersepakat penyandang disabilitas memiliki hak penuh untuk memilih dan dipilih, termasuk dipilih dalam Pileg 2019 mendatang. Bahkan, untuk undang-undangnya sendiri sudah di sahkan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Untuk itu, Ledia mendesak KPU menetapkan aturan yang memungkinkan para penyandang disabilitas bisa mendaftarkan diri sebagai caleg di Pileg 2019. Dengan begitu, KPU harus mampu memperluas terminologi sehat jasmani dan rohani sebagai syarat pencalonan Pileg 2019 pada undang-undangnya.
Untuk mengupayakannya, lanjut dia, KPU dan pihak kesehatan harus membuat kesepakatan dengan merujuk rekomendasi dari pihak kesehatan. Namun, untuk implementasi secara teknis harus dibuat peraturan KPUnya yang lebih rinci.
Ledia pun mendorong para penyandang disabilitas segera menyosialisasikan haknya untuk dipilih dalam Pileg 2019, terutama kepada KPU mumpung pendaftaran Pileg 2019 dimulai. Sebab, jika terlambat, penyandang disabilitas bisa kembali kehilangan hak dipilihnya.
“Jangan terlambat, harus bisa dari sekarang. Kemarin mereka agak terlambat menyampaikan ke KPU terkait calon kepala daerah yang juga seharusnya bisa diterima, tapi terlambat karena sudah keburu pendaftaran. Nah ini harus dimulai sosialisasi sebelum pendaftaran,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Administrasi Yayasan Peduli Tuna Daksa Mochamad Syaid mengakui, kalimat sehat rohani dan jasmani sebagai syarat pencalonan memang kerap membuat para penyandang disabilitas minder untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Terlebih, syarat tersebut tidak dijelaskan secara terperinci, khususnya bagi penyandang disabilitas.
“Memang benar, kalimat itu yang sering membuat kami menjadi minder. Mungkin hanya bagi mereka yang tahu lebih dalam saja soal aturan yang berani mencalonkan diri,” ungkap Syaid melalui sambungan telepon selulernya.
Padahal, kata Syaid, banyak di antara rekan-rekannya sesama penyandang disabilitas layak menjadi caleg karena mampu dan memiliki massa pendukung yang besar. Pihaknya berharap, KPU memberikan penjelasan lebih terperinci dan luas terkait syarat pencalonan tersebut bagi para penyandang disabilitas.
“Kami juga meminta KPU lebih masif menyosialisasikan pencalonan kepada penyandang disabilitas. Sebab, ajakan untuk memilih sendiri sudah cukup baik, namun untuk dipilih masih sangat kurang. Padahal, kami juga memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih,” katanya.
Menanggapi hal ini, Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat membantah, jika anggapan penyandang disabilitas kesulitan mendapatkan haknya untuk maju ke ajang pesta demokrasi, termasuk Pileg 2018.
Dia menegaskan, KPU memberikan hak penuh bagi penyandang untuk mencalonkan diri caleg di Pileg 2019. Terlebih, selama ini dari penyandang disabilitas ada yang sudah menjadi anggota Legislatif.
“Gak, gak seperti itu. Contohnya Pak Jumono (penyandang disabilitas), dia juga kan dulu jadi anggota DPR,” sebut Yayat.
Kendati begitu, Dia mengakui, anggapan tersebut muncul karena salah persepsi dalam memahami kalimat sehat rohani dan jasmani sebagai syarat pencalonan. Yayat mengatakan, dalam syarat tersebut, pihaknya sudah mencantumkan penjelasan bahwa syarat tersebut bukan diperuntukkan bagi penyandang disabilitas.
“Itumah salah persepsi saja, kita sudah cantumkan penjelasannya bahwa sehat jasmani diperuntukan secara umum bukan untuk penyandang disabilitas,”tutup Yayat. (a1/yan)
http://jabarekspres.com/2018/hak-disabilitas-belum-terpenuhi/
Dia menilai, pada kenyataannya untuk memberikan kesempatan kepada para penyadang disabilitas belum sepenuhnya terlaksana. Sebab, pada undang-undang pemilu sendiri memberikan syarat bahwa menjadi anggota legislatif atau kepala daerah harus sehat jasmani dan rohani.
“Ini kan nyakut di sehat rohani dan jasmani. Orang kesehatan menganggap bahwa disabilitas itu tidak sehat,” ungkap Ledia ketika ditemui dalam acara Sosialisasi Empat Pilar DPR RI di Hotel Aston, Jalan Pasteur, di Bandung belum lama ini.
Dia menilai, di kalangan legislatif sendiri sebetulnya sudah bersepakat penyandang disabilitas memiliki hak penuh untuk memilih dan dipilih, termasuk dipilih dalam Pileg 2019 mendatang. Bahkan, untuk undang-undangnya sendiri sudah di sahkan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Untuk itu, Ledia mendesak KPU menetapkan aturan yang memungkinkan para penyandang disabilitas bisa mendaftarkan diri sebagai caleg di Pileg 2019. Dengan begitu, KPU harus mampu memperluas terminologi sehat jasmani dan rohani sebagai syarat pencalonan Pileg 2019 pada undang-undangnya.
Untuk mengupayakannya, lanjut dia, KPU dan pihak kesehatan harus membuat kesepakatan dengan merujuk rekomendasi dari pihak kesehatan. Namun, untuk implementasi secara teknis harus dibuat peraturan KPUnya yang lebih rinci.
Ledia pun mendorong para penyandang disabilitas segera menyosialisasikan haknya untuk dipilih dalam Pileg 2019, terutama kepada KPU mumpung pendaftaran Pileg 2019 dimulai. Sebab, jika terlambat, penyandang disabilitas bisa kembali kehilangan hak dipilihnya.
“Jangan terlambat, harus bisa dari sekarang. Kemarin mereka agak terlambat menyampaikan ke KPU terkait calon kepala daerah yang juga seharusnya bisa diterima, tapi terlambat karena sudah keburu pendaftaran. Nah ini harus dimulai sosialisasi sebelum pendaftaran,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Administrasi Yayasan Peduli Tuna Daksa Mochamad Syaid mengakui, kalimat sehat rohani dan jasmani sebagai syarat pencalonan memang kerap membuat para penyandang disabilitas minder untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Terlebih, syarat tersebut tidak dijelaskan secara terperinci, khususnya bagi penyandang disabilitas.
“Memang benar, kalimat itu yang sering membuat kami menjadi minder. Mungkin hanya bagi mereka yang tahu lebih dalam saja soal aturan yang berani mencalonkan diri,” ungkap Syaid melalui sambungan telepon selulernya.
Padahal, kata Syaid, banyak di antara rekan-rekannya sesama penyandang disabilitas layak menjadi caleg karena mampu dan memiliki massa pendukung yang besar. Pihaknya berharap, KPU memberikan penjelasan lebih terperinci dan luas terkait syarat pencalonan tersebut bagi para penyandang disabilitas.
“Kami juga meminta KPU lebih masif menyosialisasikan pencalonan kepada penyandang disabilitas. Sebab, ajakan untuk memilih sendiri sudah cukup baik, namun untuk dipilih masih sangat kurang. Padahal, kami juga memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih,” katanya.
Menanggapi hal ini, Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat membantah, jika anggapan penyandang disabilitas kesulitan mendapatkan haknya untuk maju ke ajang pesta demokrasi, termasuk Pileg 2018.
Dia menegaskan, KPU memberikan hak penuh bagi penyandang untuk mencalonkan diri caleg di Pileg 2019. Terlebih, selama ini dari penyandang disabilitas ada yang sudah menjadi anggota Legislatif.
“Gak, gak seperti itu. Contohnya Pak Jumono (penyandang disabilitas), dia juga kan dulu jadi anggota DPR,” sebut Yayat.
Kendati begitu, Dia mengakui, anggapan tersebut muncul karena salah persepsi dalam memahami kalimat sehat rohani dan jasmani sebagai syarat pencalonan. Yayat mengatakan, dalam syarat tersebut, pihaknya sudah mencantumkan penjelasan bahwa syarat tersebut bukan diperuntukkan bagi penyandang disabilitas.
“Itumah salah persepsi saja, kita sudah cantumkan penjelasannya bahwa sehat jasmani diperuntukan secara umum bukan untuk penyandang disabilitas,”tutup Yayat. (a1/yan)
http://jabarekspres.com/2018/hak-disabilitas-belum-terpenuhi/
0 comments:
Posting Komentar